Sabtu, 23 Juli 2011

BELAJAR DARI CERITA PEWAYANGAN, MARI KITA SONGSONG MASA DEPAN DENGAN ISLAM


Penulis baru ingat, sekitar 9 bulan yang lalu, penulis melihat pertunjukkan wayang kulit di kampung penulis, saat itu memang penulis menemani kawan lama penulis yang mengajak istrinya yang berasal dari Jepang ( keren yah ), maksudnya untuk menjelaskan tentang kebudayaan pewayangan Indonesia kepada istri teman penulis yang dari Jepang. Awalnya sih nolak, alasan awalnya masalah bahasa, tapi kan ada suaminya, kemudian penulis beralasan males bergadang, namun setelah kawan penulis menjelaskan bahwa pertunjukkannya siang hari, akhirnya penulis gak punya alasan untuk menolak.

SEDIKIT CUPLIKAN TENTANG CERITA WAYANG



Cerita yang diangkat oleh Ki Dalang, berkisar masalah kepemimpinan, yaitu cerita akhir perang Baratha Yudha, dimana pihak kebenaran yaitu Kabilah Pandawa akhirnya menang dan Kabilah Kurawa musnah, serta Yudhistira ( Puntadewa ) akhirnya menjadi Raja di Hastina Pura dan memerintah seluruh daratan India, membawahi kerajaan-kerajaan kecil di sana.

Dalam cerita pewayangan memang banyak filosofi positif yang bisa kita ambil, yaitu dimana kebenaran pasti pada akhirnya menang. Dari cerita wayang yang penulis tonton, dapat ditarik beberapa hal yaitu :

Ajining Diri Saka Lathi


Artinya adalah bahwa harga diri kita itu berasal dari bagaimana kita menjaga ucapan kita atau menjaga bibir kita ( lathi ), ucapan yang benar yang jujur akan membuat pengucapnya punya wibawa tersendiri.

Perang besar yang disebut Bharata Yudha ( peperangan di tanah Bharata ) sebenarnya adalah perang saudara, karena Pandawa dan Kurawa adalah saudara sepupu. Namun akibat provokasi seorang Patih Sengkuni yang memang tidak bisa menjaga ucapannya, dan semua ucapannya sifatnya menghasut dan mengadu domba, pada akhirnya kedua saudara ini yaitu Pandawa dan Kurawa terlibat perang besar memperebutkan tahta yaitu Hastina Pura, yang seharusnya menjadi hak Pandawa.

Bibit-bibit dengki sudah ditanamkan sejak kecil oleh Patih Sangkuni kepada keluarga Kurawa agar mereka membenci Pandawa. Begitu pula dengan apa yang terjadi di tubuh umat Islam saat ini, bibit-bibit permusuhan sudah ditanam sejak dahulu oleh musuh-musuh Islam ( penjajah ) dan suatu saat bibit ini akan meledak seperti bom waktu, dan menimbulkan konflik di kalangan umat Islam sendiri yang seharusnya adalah saudara.

Patih Arya Sengkuni

Kita lihat bagaimana kaum muslimin sekarang justru lebih fanatik terhadap organisasinya, ormasnya, daripada kepada Islam, mereka malah memusuhi dan menuduh para aktivis dakwah yang ingin menegakkan Syariat Islam sebagai teroris.

Hal itu diperparah dengan isu terorisme yang sekarang terus berkembang, padahal dibalik isu Terorisme itu ada Sengkuni-Sengkuni abad 21 yang berkeliaran, nyerocos sana sini, memfitnah, mendiskreditkan Islam dan Syariatnya. Tak tanggung-tanggung Sengkuni-Sengkuni ini adalah didikan Negeri Penjajah yaitu Amerika dan Israel.

Sistem Dan Lingkungan Jahat Membuat Orang “Terpaksa “ Jadi Jahat



Siapa saja yang tahu cerita pewayangan Mahabharata, tak akan asing dengan tokoh seperti Bisma. Dalam cerita Mahabharata, Bisma ( bukan anggota Smash, tahunya Cuma artis-artis yang menjiplak budaya asing dan tidak kreatif ), sekali lagi dalam cerita Mahabharata, Bisma adalah kakek para Pandawa dan Kurawa, karena Bisma adalah adik dari Kakek mereka yaitu Abiyasa.

Bisma

Selain sebagai satria yang sakti mandraguna ( kaya bang Mandra mungkin ), Bisma adalah penasihat di Kerajaan Hastina Pura. Dia sebetulnya Ksatria yang baik hati, jujur, tidak sombong serta rajin menabung. Selain itu Bisma adalah sosok yang bijaksana.

Namun akibat disekitar lingkungan Bisma adalah sebuah sistem dan lingkungan yang rusak, jahat yang memang dikembangkan oleh Kurawa dan Sengkuni, memaksa Bisma harus menjadi “jahat” dengan ikut memerangi Pandawa, dengan alasan Nasionalisme atau bela negara.

Bisma memihak Kurawa dalam perang Baratha Yuda, namun akhirnya dia tidak kuat dan tidak tega memusuhi cucu-cucunya yang setia dengan kebenaran dan membuat dia memberi tahukan kepada Pandawa kelemahan kesaktianya, yaitu dia tidak akan melawan wanita. Akhirnya Bisma tewas akibat dipanah oleh Srikandi istri Arjuna.

Dari sini bisa kita ketahui bahwa Bisma adalah sosok yang cinta kebenaran, namun akibat sistem yang jahat membuat dia terpaksa memusuhi kebenaran, sikap ksatria dia yang rela mengorbankan nyawanya demi agar tidak lebih jauh memusuhi kebenaran mungkin bisa diteladani oleh para petinggi negeri ini.



Sebut saja Gayus dan Nazaruddin, yang sebenarnya orang yang awalnya tidak berniat jahat ketika menjadi pejabat, namun akibat sistem yang bobrok dan jahat membuat mereka jadi jahat. Jika mereka mau berkorban dengan ngoceh alias membongkar siapa saja petinggi-petinggi negeri ini yang terlibat kasus mereka, mungkin mereka layak disebut Bisma. Bisma memang tidak sepenuhnya identik dengan Gayus, Nazaruddin dan lainnya, karena dia tetap tidak mau mengkhianati harga dirinya sebagai ksatria. Yah kita berharap si Nazaruddin, mau membongkar lebih dalam borok para penguasa kita yang terlibat kasusnya.

Kejahatan Menciptakan Boneka-Bonekanya Yang Ia Kendalikan



Prabu Salya dan Adipati Karna adalah tokoh yang terlibat perang Bharata Yudha yang memihak Kurawa untuk memerangi Pandawa. Prabu Salya adalah raja bawahan Hastina Pura yang memang dikendalikan oleh rezim Kurawa, sedangkan Adipati Karna adalah penguasa salah satu Negara Bagian Hastina Pura.

Kiri, Karna. Kanan, Salya

Prabu Salya sebenarnya dalam cerita adalah orang baik, namun sekali lagi, akibat hutang budi dia secara politik kepada pihak Kurawa, sehingga menyebabkan dia memerangi Pandawa. Begitu juga dengan Adipati Karna, yang sesungguhnya adalah saudara kandung Pandawa, dia anak Kunti Nalibrata ( Ibu Pandawa ) dari hasil perselingkuhannya dengan Dewa Indra ( ada tuhan selingkuh sama hambanya, makanya agama yang paling benar ya Islam ), sehingga dia dibuang, pada akhirnya dia dirawat oleh Kurawa, dan diberi jabatan. Sebagai balas jasanya dia berperang dengan saudaranya sendiri dan membela Kurawa.

Kedua tokoh di atas bisa kita identikan dengan penguasa-penguasa muslim saat ini, kebanyakan mereka berkuasa atas jasa dari penjajah ( Kapitalis ). Sehingga para penguasa ini mengkhianati kaum muslim, seperti menjual kekayaan alam ke Kapitalis, membiarkan saudara mereka di Irak, Afganistan, Libya dan Palestina dibantai kafir penjajah. Bahkan penguasa-penguasa di Asia Tengah seperti Uzbekisthan yaitu Islam Karimov malah membantai mereka-mereka yang menyuarakan Syariat Islam, sebagai balas jasa kepada Kapitalis ( Amerika Serikat dan Sekutunya ). Prabu Salya dan Karna memang tidak sepenuhnya identik dengan penguasa-penguasa muslim saat ini yang mengkhianati kaum muslimin demi balas jasa politik kepada Kapitalisme, mereka masih memiliki jiwa ksatria, walaupun terpaksa mengkhianati idealisme ksatriaanya, demi balas jasa.

Sedangkan para boneka penjajah saat ini memang sejak awal bukanlah seorang Ksatria, mereka hanya kumpulan sampah-sampah munafik yang beruntung mendapat jabatan akibat dukungan politik para Kapitalis, dan mereka tidak terpaksa memusuhi kebenaran, namun mereka justru menikmati kejahatannya.

KESIMPULANNYA

Wali Sanga

Cerita pewayangan menurut sejarah digunakan oleh Sunan Kalijaga, sebagai sarana dakwah Islam. Beliau memodifikasi beberapa cerita, serta menambahi beberapa alur cerita seperti pusaka Jamus Kalimasada milik Pandawa yang diplesetkan dari Kalimat Syahadat ( Kalimasada ), serta pencarian kebenaran Yudhistira ( Sulung Pandawa ) di akhir hayatnya yang akhirnya menemukan Islam dan menjadi mualaf sebelum meninggal dunia ( yah namanya juga cerita modifikasi demi dakwah, ya gitu deh ).

Dalam cerita pewayangan yang karakter tokohnya dibuat oleh Sunan Kalijaga, mengandung banyak makna, seperti yang sudah penulis sebutkan di atas, bahwa kejahatan yang dibuat tersistem akan mempunyai daya rusak yang besar.

Korupsi adalah salah satu imbas dari penerapan sistem rusak, jahat, dan bobrok yaitu Kapitalisme, Sekulerisme dan Demokrasi. Sistem-sistem ini melahirkan orang-orang yang jahat dan pengkhianat, serta memaksa orang baik yang ada di dalamnya menjadi jahat.

Islam Melahirkan Ksatria-Ksatria Teladan Umat



Umat Islam dalam keadaan terjajah, mereka ditindas, difitnah, dan dibantai, mereka butuh ksatria-ksatria pembela semacam Shalahuddin Al Ayyubi, Muzafar al Qutus atau Muhammad Al Fatih, untuk membela mereka, berjihad melawan penjajah yang menindas mereka, baik Jihad secara fisik, harta maupun pemikiran.

Namun ksatria-ksatria itu muncul ketika Syariat Islam masih tegak, ketika Khilafah Islam masih berdiri, karena sistem Syariat Islamlah yang melahirkan mereka semua. Syariat Islam juga melahirkan pemimpin-pemimpin teladan seperti Khulafaur Rasyidin, Umar bin Abdul Aziz dan Harun Ar Rasyid, yang rela berkorban demi mengemban amanah kepemimpinan umat, serta membawa kemakmuran merata dan maksimal kepada umatnya.

Umat Islam butuh sosok seperti Muhammad Al Fatih yang berhasil membuat gebrakan besar, membongkar benteng Thaghut Konstantinopel dan menyinari kota dan negeri di sekitarnya dengan cahaya Islam.

Semua itu akan terwujud jika saat ini kita mau memulainya dengan membangkitkan jiwa-jiwa ksatria yang ada di dalam setiap diri kita dengan memperjuangkan kembali tegakknya Syariat dan Khilafah.
JADILAH KSATRIA SYARIAT ( INKISARIA ).




0 komentar:

DALAM NEGERI

DALAM NEGERI
PERMOHONAN DONASI UNTUK PEMBANGUNAN GEDUNG BARU YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM EL DIINA PURWOKERTO

Dalam Negeri

Dalam Negeri
93% Facebookers Memilih “Indonesia tanpa JIL” Daripada “Indonesia tanpa FPI” Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/18737/93-facebookers-memilih-indonesia-tanpa-jil-daripada-indonesia-tanpa-fpi/#ixzz1mzSmbSeG

Dalam Negeri

Dalam Negeri
Korban Malam Valentine: Sepasang Kekasih Tewas Cekcok Soal Hamil Zina

Internasional

Internasional
Suriah Serang Habis-habisan Kota-kota yang Dikuasai Pemberontak

PASAR ANDROID

PASAR ANDROID, DOWNLOAD BANYAK APLIKASI ANDROID BERBAYAR ( PREMIUM ) DENGAN GRATIS

Tentang Kami

Sahabat

Penggemar